-->

Ads (728x90)

Kejagung RI Tetapkan Perkara LHD Sebagai Kasus TPPU Terbesar yang Proses Penyidikannya Dilakukan Bea Cukai
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani saat menggelar konfersi pers terkait pengungkapan TPPU di Jakarta, (Fhoto : dok Bea Cukai Batam)

By Parulian
 
BATAM, Realitamedia.com  – Setelah hasil penyidikan telah lengkap (P-21), Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) pada akhir Agustus 2021 lalu menetapkan bahwa berkas perkara tersangka LHD sebagai kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) terbesar yang proses penyidikannya dilakukan oleh Bea Cukai, dengan potensi kerugian pendapatan negara mencapai Rp 1 triliun,-

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani melalui Kepala Seksi Layanan Informasi Bea Cukai Batam, Undani kepada sejumlah awak media ketika ditemui melalui WhatsAppnya, Jumat  (23/9/2022).

“ Dalam menjalankan fungsi pengawasan dalam mencegah masuknya barang-barang ilegal dan berbahaya ke daerah pabean Indonesia, Bea Cukai selalu bekerjasama dengan aparat penegak hukum (APH) lainnya,” katanya.

Hasil kerjasama dengan APH, Bea Cukai berhasil mengungkap TPPU dalam aksi penyelundupan rokok impor ilegal menggunakan high speed crafts (HSC) di Perairan Batam, Kepri. 

Pengungkapan TPPU itu berawal saat Bea Cukai menggelar Operasi Laut Terpadu Jaring Sriwijaya Bea Cukai pada Oktober 2020 lalu. Ketika itu, petugas patroli laut Bea Cukai menindak kapal layar motor (KLM) Pratama yang mengangkut sekitar 51.400.000 batang rokok impor ilegal merk Luffman yang dibawa dari Vietnam menuju Perairan Berakit, Kepulauan Riau, Indonesia.  Para pelaku diketahui melakukan pembongkaran muatan di tengah laut (ship to ship), dan memindahkan muatan ke beberapa HSC yang rencananya akan dibawa ke beberapa lokasi di wilayah Pesisir Timur Sumatra.

"Dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Khusus Kepri terhadap penyeludupan rokok impor ilegal tersebut, Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun dan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang telah menetapkan lima belas orang tersangka yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 102 huruf (a) dan/atau Pasal 102 huruf (b) U Kepabeanan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," ujarnya.

Sebagai tindak lanjut penanganan kasus, Bea Cukai melalui Satgas TPPU Bea Cukai berkoordinasi dengan PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, Kejaksaan, Bais TNI, Polisi Militer, TNI AD, dan instansi terkait lainnya melakukan pengembangan penyidikan. Hasilnya pada bulan September 2021, kembali ditetapkan seorang tersangka berinisial LHD yang terbukti melakukan tindak pidana yang melanggar Pasal 102 huruf (a) dan/atau Pasal 102 huruf (b) UU Kepabeanan dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang periode tahun 2019 sampai dengan 2020.

“ Setelah ditetapkan sebagai tersangka, pada akhir Agustus 2022 lalu, Kejagung RI menyatakan hasil penyidikan telah lengkap (P-21), berkas perkara tersangka LHD ditetapkan sebagai kasus TPPU terbesar yang proses penyidikannya dilakukan oleh Bea Cukai, dengan potensi kerugian pendapatan negara mencapai satu triliun rupiah,” katanya.

Saat ini, Satgas TPPU Bea Cukai telah berhasil melakukan asset recovery berupa 1 unit KLM Pratama GT210, 1 unit mobil, 1 unit kapal giant HSC 38 meter mesin MAN 3x1.800 HP, 5 unit HSC, 3 unit speedboat, serta uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura, dengan total nilai barang dan uang tunai mencapai Rp 44,6 miliar,- .

Ia menambahkan bahwa penyeludupan menggunakan HSC secara ship to ship awalnya terbatas di wilayah Batam dan Kepulauan Riau, tetapi saat ini HSC dapat langsung berlayar menuju daratan Sumatra atau Jakarta tanpa pengisian BBM. Bahkan telah terdeteksi juga di wilayah Aceh, Riau, Kalimantan Bagian Barat, hingga Kalimantan Utara. 

Kejagung RI Tetapkan Perkara LHD Sebagai Kasus TPPU Terbesar yang Proses Penyidikannya Dilakukan Bea Cukai

Di wilayah perairan Selat Singapura pun frekuensi pelintasannya meningkat, dari 3-6 kali deteksi pelintasan, menjadi 10-14 kali deteksi pelintasan per minggu. HSC sendiri merupakan kapal dengan konstruksi fiber yang dilengkapi 4-8 unit mesin berkecepatan tinggi dengan desain open-top yang dirancang khusus untuk penyeludupan. Tidak memiliki surat perizinan dari Direktorat Jendral Perhubungan Laut, HSC kerap digunakan untuk melakukan penyeludupan barang-barang bersifat high value goods, seperti narkotika, rokok dan minuman beralkohol, benih bening lobster, pasir timah, telepon seluler, dan barang elektronik lainnya, serta pekerja migran ilegal.

Untuk mencegah terjadinya kasus serupa, Ia menegaskan bahwa perlu adanya koordinasi high-level untuk penerbitan regulasi larangan HSC oleh kementerian-kementerian terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta melibatkan Kementerian Luar Negeri. Sanksi tegas pun harus diberikan atas kewajiban penggunaan automatic identification system (AIS).

“Saat regulasi sudah terbentuk, Bea Cukai bersama APH lainnya siap berkoordinasi dan berkomitmen dalam pelaksanaannya di lapangan. Tidak hanya untuk meningkatkan pengawasan atas penyelundupan TPPU, koordinasi yang baik juga diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dalam mencegah masuknya barang ilegal dan berbahaya ke wilayah pabean Indonesia,” pungkasnya. (ian)


Editor : Herry


Posting Komentar