-->

Ads (728x90)

Share Artikel ini | Redaksi News Minggu, Juli 13, 2025 A+ A- Print Email

Aparat Penegak Hukum Diminta untuk Menindak Pelaku Penimbunan Hutan Mangrove di Kelurahan Sungai Pasir
Hutan mangrove yang ditimbun di Kelurahan Sungai Pasir, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Minggu (13/7/2025) (Ist/Realitamedia.com).

By James 

KARIMUN, Realitamedia.com
– Masyarakat mempertanyakan izin alih fungsi penimbunan hutan bakau (mangrove) yang berada di Kelurahan Sungai Pasir, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun.

Penimbunan hutan mangrove itu dilakukan oleh warga yang mengaku sebagai pemilik lahan hutan mangrove tersebut, dan beberapa bulan lalu telah dihentikan.

Hutan bakau yang berlokasi di pinggiran laut diduga ditimbun untuk dibangun gedung usaha. Belum diketahui pasti berapa luas lahan mangrove yang sudah ditimbun dan akan ditimbun.

“ Sepengetahuan saya, daerah hutan mangrove yang ditimbun seharusnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak boleh diterbitkan,” kata Sani, salah seorang warga, Minggu (13/7/2025).

Sani bahkan mempertanyakan siapa yang memberikan izin alih fungsi kawasan mangrove tersebut. Apalagi saat ini aktivitas penimbunan di lokasi lahan terhenti begitu saja tanpa adanya larangan atau tanda pita dari instansi terkait.

“Yang menjadi pertanyaan sekarang siapa yang menerbitkan izin penimbunan lahan mangrove tersebut? Apakah BPN Karimun atau Dinas PUPR Karimun setempat,” katanya.

Ia menduga ada permainan dibalik pengajuan lahan mangrove untuk dijadikan bangunan baru.

“Jadi, siapa yang mengeluarkan izin. Kalau tidak ada izin pasti tidak akan keluar surat rekomendasi untuk penimbunan lahan,” katanya heran.

Menurut Sani untuk mengurus izin mangrove harus diurus ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

“Sangat banyak prosedur yang harus dilalui,” tuturnya.

Warga Kelurahan Sungai Pasir (James/Realitamedia.com)



Ia mengatakan bahwa instansi yang mengalih fungsikan kawasan mangrove bisa dipidana, pihaknya akan mendorong BPN Karimun dan PUPR Karimun untuk memeriksa penimbunan tersebut.

“Nanti kita akan dorong pihak BPN Karimun dan PUPR Karimun untuk memeriksa berapa nilai kerugian dan kerusakan di daerah itu,” kata Sani.

Ia juga mengharapkan masyarakat untuk melaporkan kegiatan penimbunan tersebut kepada pihak berwenang jika itu lahan mangrove.

Sani mengungkapkan, aktivitas penimbunan bakau (mangrove) sudah lama dilakukan pada bulan April 2025, namun hingga kini tidak terlihat aktivitas seperti biasanya.

“Sudah lama penimbunan ini dan sepengetahuan saya belum ada izinnya, dan sekarang kita mempertanyakan sudah sampai sejauh mana prosesnya ” katanya .

Pantauannya selama penimbunan dilakukan tidak ada plang Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Kepala BPN Karimun, Benny Riyanto Ketika dikonfirmasi Realitamedia.com terkait penimbunan hutan mangrove tersebut beberapa waktu yang lalu, ia enggan memberikan komentar.

Seperti diketahui beberapa undang-undang juga mengatur mengenai hutan mangrove antara lain UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Padahal jika merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil pada bagian keenam Larangan dalam pasal 35 huruf (f) dan (g) yang menjelaskan Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan konservasi ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain.

Siapapun yang melanggar pasal 35 huruf (f) dan (g) itu, maka ketentuan pidananya tertuang dalam pasal 73 (1) huruf (b) yang menjelaskan setiap orang yang dengan sengaja menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konservasi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2 Miliar dan paling banyak Rp10.Milyar.

Jika ada yang melanggar bisa dikenakan sanksi pidana penjara, paling singkat 2 tahun paling lama 5 tahun 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 2 Milyar paling banyak Rp 10 Milyar.

Meskipun ada sanksi pidananya tentang perusak hutan mangrove. Namun penimbunan huta mangrove di Kelurahan Sungai Pasir hingga saat ini tidak ditindak oleh aparat penegak hukum (APH). (Jam)


Editor : Patar

Posting Komentar