-->

Ads (728x90)

Share Artikel ini | Redaksi News Rabu, Juli 02, 2025 A+ A- Print Email

Kurangnya Transparansi dan Dugaan Gratifikasi, Bupati Natuna Cen Sui Lan Mendapat Sorotan Tajam dari Publik ‎
Kantor Bupati Natuna (Ist/Realitamedia.com)

By Budi Darma 

‎NATUNA, Realitamedia.com - Semenjak Cen Sui Lan dilantik menjadi Bupati Natuna, pada 20 Februari 2024 dan resmi memangku jabatan kepala daerah, berbagai isu miringpun timbul diawal kepemimpinannya.

‎Mulai minimnya komunikasi dan transparasi publik, serta dugaan praktik gratifikasi kini mencuat di jajaran Pemerintahan Kabupaten Natuna. Sorotan publik kini mengarah ke Bupati Cen Sui Lan. 

Hal itu berawal dari adanya temuan mencurigakan terkait renovasi ruang kerja pimpinan daerah dan pengadaan sejumlah perabotan mewah di gedung daerah, yang diduga tidak melalui proses pengadaan barang dan jasa secara resmi.

Pantauan  realitamedia.com, diduga ada pengadaan barang dan jasa, yang seharusnya melalui tahapan proses sebagaimana diatur dalam UU dan turunannya, seolah terabaikan oleh pihak Pemkab Natuna.  Seperti, ada  pekerjaan renovasi gedung daerah Pemkab Natuna. Ada pekerjaan rehab ruang kerja Bupati dan Wakil Bupati. Kegiatan tersebut sedang dilaksanakan  dengan menggunakan jasa tukang lokal, yang disebut-sebut diinstruksikan langsung oleh seorang pengusaha asal Kota Ranai.

Atas Pekerjaan inilah muncul ‎beragam pertanyaan, seperti siapa yang mendanai, berapa anggarannya, atas dasar apa kegiatan dijalankan, siapa pengawasnya, siapa  pemenangnya dan bagaimana spesifikasi pekerjaan tersebut ?

Selain itu, pada tanggal 6 Maret 2025 lalu, ada pengadaan sejumlah  perabotan baru untuk melengkapi  kebutuhan ruang kerja pimpinan daerah. Hal itu terpantau masuk dan  dikirim menggunakan kapal Bahtera Nusantara. 

Namun, ketika hal ini ditanyakan ke  Kepala Bagian Umum dan Sekretaris Daerah Natuna, mereka mengaku tidak mengetahui asal-usul maupun dasar pengadaan barang-barang tersebut.

Atas Ketiadaan dokumen pengadaan barang dan jasa inilah timbul dugaan bahwa barang-barang itu bukan bagian dari belanja resmi APBD.

‎Jika benar perabotan dan proyek renovasi tersebut merupakan pemberian dari pihak luar, maka diduga kuat Bupati Cen Sui Lan telah menerima gratifikasi, sebagaimana diatur dalam  Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan nilai Rp10 juta atau lebih, kecuali dapat dibuktikan bahwa gratifikasi tersebut diberikan bukan karena jabatan atau tidak ada konflik kepentingan.

‎Sementara itu, Pasal 12C UU Tipikor menegaskan bahwa:

‎“Penerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling lambat 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.”

‎Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada kabar, terkait Bantuan atau sumbangan yang diterima oleh Bupati Cen Sui Lan kepada KPK. Sebagaimana yang diwajibkan oleh undang-undang.

Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa pemberian tersebut diterima secara diam-diam dan disembunyikan dari mekanisme pelaporan resmi.

‎Menanggapi temuan ini, Jirin, Pengamat Hukum sekaligus Praktisi Hukum kepada realitamedia.com  Rabu (2/7/2025) mengatakan bahwa praktek gratifikasi itu bisa dikatakan gratifikasi,  jika dapat dibuktikan secara utuh, mulai dari pemberi, penerima, hingga motif pemberiannya.

‎“Gratifikasi itu adalah pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas lainnya yang diterima oleh penyelenggara negara berkaitan dengan jabatannya. Jika tidak dilaporkan kepada KPK dan ada kaitannya dengan jabatan serta potensi konflik kepentingan, maka itu bisa dianggap suap,” ujar Jirin.

‎Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pemberian apapun kepada pejabat publik termasuk Pemda harus jelas motif dan tujuannya.

‎“Kalau pemberian itu dimaksudkan untuk memengaruhi keputusan atau tindakan pejabat yang berkaitan dengan tugas dan kewajibannya, maka itu berpotensi menjadi tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Jika memang ada indikasi gratifikasi di lingkungan  Pemkab Natuna, ‎Jirin pun mendesak agar seluruh proses pengadaan, penerimaan barang, dan aktivitas renovasi di lingkungan kantor Bupati ditelusuri secara menyeluruh oleh aparat pengawas dan penegak hukum.

Jika ada Pengadaan barang dan jasa yang tidak melalui prosedur, ‎maka hal itu, sangat berpotensi merugikan negara. Karena  minimnya transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam menata dan mengelola pemerintahan. 

Dan jika dibiarkan tanpa klarifikasi resmi, maka akan memperkuat persepsi publik tentang adanya jejaring korupsi terselubung di lingkungan Pemkab Natuna.

Untuk itu, ujar Jirin lagi,  para Aparat Penegak Hukum ( APH ), segera bertindak. Dengan melakukan  pengusutan dan  penyelidikan mendalam tentang sengkarut pengelolaan keuangan di Pemkab Natuna. Bupati itu sebagai penyelenggara negara pun, tidak boleh dibiarkan mengaburkan batas antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi, ungkap Jirin.  (Bu)

Editor : Patar


Posting Komentar