![]() |
| Ketua LSM Kodat86 Cak Ta'in Komari (Ist/Realitamedia.com) |
By Parulian
BATAM, Realitamedia.com - Ketua LSM Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) Cak Ta'in Komari menuding BP Batam sedang memerankan drama, seolah menjadi korban penipuan masuknya 759 kontainer berisi limbah elektronik dari Amerika Serikat dalam 2 bulan terakhir.
Tercatat tiga gelombang masuknya kontainer berisi limbah tersebut, yakni awal Oktober 2025 masuk sekitar 74 kontainer, 18 diantaranya dipastikan mengandung bahan beracun berbahaya (B3), menyusul akhir Oktober jumlahnya mencapai 242 kontainer dan akhir November 2025 sudah menumpuk di Pelabuhan Batu Ampar Batam sebanyak 759 kontainer.
Kemudian diketahui ratusan kontainer itu diimpor 3 perusahaan pengelola limbah yakni PT. Logam Internasional Jaya, PT. Esun Internasional Utama Indonesia, dan PT. Batam Battery Recycle Industry.
Ia mengatakan bahwa Direktur Lalu Lintas Barang BP Batam, Ruly Sah Rizal, adalah orang direktorat perdagangan yang pastinya sangat paham regulasi impor-ekspor.
Mestinya dia tahu, tiga perusahaan pemohon impor barang adalah perusahaan pengelola limbah, jadi yang diimpor pastilah limbah. Sementara mengimpor limbah itu dilarang, bahkan oleh UU No.32 tahun 2009 khususnya Pasal 106 diancam pidana penjara minimal 5 tahun hingga 15 tahun dan denda Rp. 5 miliar hingga Rp. 15 miliar.
"Ini jelas kebijakan konyol. Meskipun BP Batam punya kewenangan mengatur impor tapi harus tetap taat regulasi, bahwa limbah itu dilarang, masuk zona merah. Ini bukan salah salah asasnya, tapi sudah salah kaprah atau salah otaknya?" kata Cak Ta'in dalam keterangannya.
Mantan jurnalis, akademisi dan staf ahli DPRD itu, mempertanyakan kompetensi dan kapasitas Direktur Lalu Lintas Barang BP Batam tersebut. Masuknya ratusan kontainer berisi limbah B3 bukan kelalaian tapi kesengajaan. Ketiga perusahaan pengimpor merupakan perusahaan pengelola limbah, sehingga barang yang diimpor hanya dua kemungkinan mesin atau limbah.
Hasil pemeriksaan tim KLH telah mengkonfirmasi limbah kontainer mengandung limbah B3 dengan kode A107d (limbah elektronik) dan kode A108d (limbah terkontaminasi B3). Limbah elektronik sendiri dipastikan mengandung logam berat seperti timbal (Pb), mercury (Hg), arsenic (As), dan kadmium (CD) yang jangka pendek maupun panjang bisa menimbulkan gangguan saraf, kanker hingga kerusakan alat vital.
"Pertanyaannya sekarang, recycle apa yang dilakukan ketiga perusahaan tersebut? Produk apa yang dihasilkan dari ketiga perusahaan pengelola limbah tersebut? Ini kan hanya memisahkan unsur logam dan non logam. Kalau gitu ngapain harusnya masukkan sampah dari luar negeri, wong di dalam negeri saja numpuk," papar Cak Ta'in.
Lebih lanjut Cak Ta'in menegaskan bahwa limbah elektronik itu sangat berbahaya, bahkan bukan tidak mungkin mengandung radioaktif. Masalah besarnya pelabuhan Batu Ampar Batam tidak memiliki X-ray kontainer sehingga bisa mendeteksi isi semua yang keluar masuk sebelum pemeriksaan secara detail oleh KLH atau instansi terkait lainnya jika dalam monitor x-ray ditemukan diindikasi barang terlarang.
"Apa kita menunggu kejadian di Cikande terjadi di Batam, kita baru sibuk protes dan cari solusi? Pelabuhan Jakarta yang sudah menggunakan x-ray kontainer saja kecolongan, apalagi Batam," ujarnya.
Untuk itu, lanjut Cak Ta'in, BP Batam harus menjelaskan secara terang benderang dan membuka informasi terkait ketiga perusahaan pengimpor limbah B3 itu seluas-luasnya ke publik. Buka akses yang kepada publik untuk turut mengontrol dan mengawasi penanganan kasus ini hingga tuntas. Sebab beberapa kali terjadi pembuangan limbah secara sembarangan di Batam yang dilakukan oleh perusahaan tidak bertanggung jawab, terutama main timbun di suatu tempat dan terutama dalam wilayah perusahaan.
"Logika kita, 759 kontainer itu sudah hampir memenuhi yard container pelabuhan dan mulai mengganggu aktivitas di sana. Lalu, berapa luas lahan ketiga perusahaan pengimpor untuk bisa menyimpan semua kontainer tersebut, dan untuk bahan berapa lama masa kerjanya? Jadi peroalan ini jangan dianggap sepele, sebab Batam sudah pernah kecolongan masuknya bahan radioaktif sekitar tahun 2014 atau 2015 lalu. Harus diawasi secara lebih ketat dan ditindak tegas. Siapapun yang terlibat dalam kasus ini harus disikat," tandasnya.
Hingga berita ini diupload belum diperoleh keterangan dari pihak BP Batam terkait masalah ini, wartawan kami sedang berupaya untuk memperoleh keterangan terkait masalah ini. (ian)
Editor : Patar
%20(1).jpeg)
Posting Komentar