![]() |
Akademisi sekaligus Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policy (BALAPI), Rikson Tampubolon (Parulian/Realitamedia.com) |
By Parulian
JAKARTA, Realitamedia.com – Perbedaan sistem pungutan antara Batam dan daerah lain di Indonesia dinilai menciptakan distorsi iklim investasi.
Jika di kota-kota lain pelaku usaha hanya dibebani Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), di Batam mereka masih harus menanggung tambahan biaya berupa Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) atau sewa lahan kepada BP Batam.
Akademisi sekaligus Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policy (BALAPI), Rikson Tampubolon, menyebut kebijakan ini menjadi beban ganda bagi pelaku usaha.
“Di daerah lain cukup membayar PBB sebagai kewajiban fiskal. Tetapi di Batam, pengusaha harus menanggung UWTO sekaligus PBB. Ini jelas kontraproduktif dan mengurangi daya saing Batam,” ujarnya pada Jumat (5/9/2025) pagi.
Menurut Rikson, secara historis UWTO lahir dari status Batam sebagai kawasan khusus dengan pengelolaan lahan oleh BP Batam. Namun dalam praktiknya, pungutan ini dipandang sebagai “double burden” yang memberatkan dan membingungkan dunia usaha.
“Alih-alih memberikan kemudahan, investor justru terbebani dengan biaya tambahan yang tidak ada presedennya di wilayah lain. Padahal tujuan awal Batam adalah menyediakan lahan murah dan ramah investasi,” tegasnya.
Rikson menilai dampak kebijakan ganda tersebut sangat terasa terhadap daya tarik Batam sebagai kawasan strategis. Investor cenderung membandingkan struktur biaya di Batam dengan wilayah lain seperti Singapura dan Johor.
Bila biaya lahan di Batam lebih tinggi tanpa jaminan kepastian hukum maupun infrastruktur memadai, investor bisa beralih ke lokasi lain.
“Keunggulan kompetitif Batam sebagai kawasan perdagangan bebas (FTZ) bisa terkikis. Karena itu, sudah saatnya ada reformasi kebijakan lahan di Batam,” kata Rikson.
Ia mengusulkan agar pemerintah menghapus UWTO bagi usaha kecil, menengah, dan hunian sederhana, atau minimal merasionalisasi tarif bagi pelaku usaha strategis.
“Dengan begitu, biaya operasional bisa lebih kompetitif dan cita-cita menjadikan Batam sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan dapat terwujud tanpa membebani masyarakat maupun dunia usaha,” pungkasnya. (ian)
Editor : Patar
Posting Komentar