-->

Ads (728x90)



Pringsewu, Realitamedia.com  – Drama kelam di balik gemerlap lampu Cafe Ummika ternyata belum berakhir. Setelah kesaksian mengejutkan dari mantan karyawan berinisial AG beberapa waktu lalu, kini satu lagi mantan pekerja bersuara. Kali ini, inisialnya DW  dan suaranya jauh lebih lantang serta penuh luka.

DW tak hanya menyuarakan pengalamannya, tapi juga menyentil keras kinerja Komisi IV DPRD Pringsewu yang dianggap terlalu sibuk dengan klarifikasi dan silaturahmi, bukannya perlindungan dan penyelesaian.

 "Kalau ini nggak ditindaklanjuti, nggak adil dong, Bang. Saya nggak mau ada korban lagi. Apalagi nahan KTP, diperlakukan kayak babu, itu bukan kerja itu pelecehan," ujar DW dengan nada tinggi.

DW juga menyayangkan jika kasus ini hanya menjadi sensasi musiman yang akan hilang seiring waktu tanpa penjelasan yang adil.

 "Kita udah sejauh ini, tapi kalau tiba-tiba berita ini lenyap tanpa ada sanksi, ya nggak adil. Mereka (manajemen Ummika) enak aja ngomong ‘udah beres’, karena gak ada korban yang ditampilin. Tapi coba kalau korbannya ada di depan mereka, apa masih bisa ngeles?" katanya tajam.

DPRD Dinilai Gagal

DW, seperti halnya banyak warga yang mengikuti polemik ini, mempertanyakan hasil sidak DPRD beberapa waktu lalu. Alih-alih tegas dan berpihak pada kebenaran, langkah DPRD dinilai justru seperti acara basa-basi formalitas. Tiga bulan waktu perbaikan yang diberikan ke manajemen Ummika justru memunculkan spekulasi publik bahwa masalah ini tak akan benar-benar dibenahi.

 "Apa gunanya sidak kalau cuma buat tanya-tanya sambil senyum? Ini bukan kunjungan wisata. Ini soal nasib orang yang pernah kerja kayak budak di situ," kata seorang warga Pringsewu yang ikut memantau jalannya polemik.

Dari Penahanan KTP hingga Briefing Subuh: Borok Ummika Makin Terkuak

Sebelumnya, AG juga membongkar praktik-praktik di luar nalar: mulai dari pemotongan gaji sewenang-wenang, denda absurd hanya karena potong rambut, hingga briefing kerja yang berlangsung sampai subuh. Kini DI menambah daftar borok: dari janji manis yang tidak ditepati hingga perasaan “diperbudak” dalam sistem kerja yang penuh tekanan.

 “Jangan mentang-mentang nggak ada korban yang tegas maju ke depan, terus dianggap nggak ada pelanggaran. KTP ditahan, kerja kayak robot, semua itu nyata,” tegas DW.

Sebelumnya kritik tajam dilontarkan kepada Komisi IV DPRD Pringsewu. Bagi para mantan karyawan, langkah DPRD seharusnya tak berhenti di meja klarifikasi. Sudah cukup banyak cerita, cukup banyak bukti. Yang dibutuhkan sekarang adalah sikap.

DI berharap kasus ini bisa menjadi momentum perubahan, bukan malah jadi episode sinetron yang lupa kelanjutannya.

 "Kalau DPRD nggak bisa lindungi rakyatnya, ya mundur aja. Jangan cuma pinter ngomong pas disorot kamera, tapi loyo pas rakyat minta keadilan,” tutupnya.

Sampai saat ini, DPRD belum memberikan pernyataan tambahan setelah kesaksian lanjutan dari mantan karyawan terus bermunculan. Publik pun kini menunggu: apakah wakil rakyat benar-benar berpihak pada rakyat, atau hanya datang saat ramai, lalu hilang saat dibutuhkan. ( Iwan)

Posting Komentar