-->

Ads (728x90)

 
Dua Orang Saksi Dugaan Kasus Penyerobotan Lahan Di MKGR Anton Simanjuntak dan Tumpal Pakpahan Memberikan Keterangan ( Fhoto : infolingga)

BATAM, infolingga.com - Penasehat Hukum terdakwa dugaan kasus penyerobotan lahan, Parulian Situmeang mengatakan bahwa warga MKGR memiliki niat baik, mereka tidak hanya menduduki lahan tersebut namun bersedia mengajukan lahan yang mereka huni ke BP Batam agar diperuntukkan kepada warga yang sebagian besar masih tinggal di rumah liar atau menyewa di kavling MKGR.





"Namun sangat di sayangkan, permohonan 33 kepala keluarga warga MKGR tersebut tidak disetujui BP Batam, malah permohonan Luns dengan menggunakan PT Tunas Wahana Sejahtera (PT TOS) yang disetujui BP Batam, " kata Parulian Situmeang usai mengikuti sidang ketiga terdakwa Mariati dan suaminya Poster Sitanggang dan terdakwa Herman Lase di Pengadilan Negeri Batam, Senin sore (9/1/2017).

Permohonan Luns, lanjut Parulian, disinyalir mengandung unsur KKN lantaran dari keterangan Luns pengajuan lahan tersebut dengan menggunakan PT TOS hanya sebagai untuk memenuhi administrasi saja.

"Selain itu lahan itu dialokasikan BP Batam untuk jasa atau untuk membangun wartel namun kok malah diperjual belikan," jelas Parulian.

Ia juga menilai bahwa MKGR tidak meyerobot lahan lantaran lahan tersebut sudah diduduki warga sejak tahun 2005 lalu dan melakukan pengajuan pada tahun 2006 namun BP Batam tidak menyetujuinya dan pada tahun 2008 BP Batam mengalokasikan lahan tersebut ke PT TOS.

Warga ketika itu bersedia di gusur asal PT TOS bersedia mengembalikan biaya pematangan lahan kepada warga.

" Dulunya MKGR itu lahan berbukitan, warga telah iuran untuk membiayai pematangan lahan," jelasnya.
Warga nekat melakukan pematangan lahan menurut Parulian, lantaran awalnya BP Batam menjanjikan akan mengalokasikan lahan ke MKGR dengan luas 28,9 hektar. Namun BP Batam mengingkarinya dan mengalokasikannya ke PT TOS.

"Padahal sewaktu itu BP Batam telah memberikan keringanan dengan menggratiskan Uang Wajib Tahunan Otorita Batam (UWTO) selama 5 tahun," jelas Parulian,

(ga)