-->

Ads (728x90)

Ilustrasi Direktur PT. Multi Coco Indonesia, Ady Indra Pawennari sedang mengamati pertumbuhan padi yang ditanamnya di sawah Desa Sungai Besar, Lingga Utara, Lingga. (Foto: IST/kabarbatam.com)

LINGGA, infolingga.com – Seorang pakar pertanian organik dari Thailand, profesor. Danuwat Pengont dan seorang penyuluh pertanian terbaik Indonesia, Sucipto mengunjungi kabupaten Lingga.

Profesor Danuwat Penagont dan Sucipto mengunjungi Lingga untuk melihat areal basis pertanian organik dan menawarkan kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian.

Lingga oleh Menteri Pertanian (Mentan) RI, Andi Amran Sulaiman telah tanggal 7 September 2016 lalu telah ditetapkan sebagai basis pertanian organik terbesar di wilayah perbatasan Indonesia – Singapura.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Menteri Pertanian telah menggelontorkan anggaran pencetakan sawah baru untuk, Kabupaten Lingga yang berada di ujung paling selatan Provinsi Kepri itu, seluas 3.000 hektar dan ratusan alat dan mesin pertanian (Alsintan).

Ia berharap, Kabupaten Lingga mampu meredam dominasi peredaran beras impor di daerah perbatasan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia.


Sebelumnya, seperti dilansir haluankepri, Kamis (19/1/2017) ketika bupati Lingga Alias Wello menyambut kunjungi Camat Barebbo, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Andi Asman Sulaiman di lokasi sawah Desa Sungai Besar Alias Wello yang akbrab disapa pak Awe mengatakan kepercayaan Pemerintah Pusat harus dilaksanakan dengan sungguh sungguh, Lingga sebagai daerah yang mengenal sektor pertanian khususnya padi harus banyak belajar dari para ahli pertania.

Lokasi sawah yang dikunjungi Camat Barebbo itu, merupakan sawah yang dibangun dengan menggunakan dana swadaya Bupati Lingga, Alias Wello dan sahabatnya, Ady Indra Pawennari, peraih anugerah Pahlawan Inovasi Teknologi Tahun 2015. Dengan memanfaatkan lahan tidur, bekas kebun karet masyarakat yang sudah terbakar, keduanya berhasil mengubah mitos padi di Lingga menjadi kenyataan.  


Walau dalam skala kecil, Lingga sudah menjadi produsen beras, hal ini telah membuktikan visi dan misinya ketika dilantik pertengahan bulan Februari 2016 lalu ia mengumumkan akan menjadikan Lingga menjadi produsen beras. 

Walau awalnya banyak yang tidak percaya lantaran sejak abad ke 18, Lingga tidak pernah memperiduksi beras makanan pokoknya adalah sagu.

“Hari ini mitos tersebut telah kita pecahkan,” kata Awe.

Sementara itu Camat Barebbo, yang juga adik kandung Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman saat berkunjung membawa sejumlah pecinta pertanian organik, diantaranya salah seorang penyuluh pertanian terbaik Indonesia Sucipto, ahli pupuk organik dari PT. Dahliah Duta Utama, Suryawansah dan ahli penataan ruang, M. Hatta S Yahya. Mereka bertekad membantu dan menawarkan kerjasama alih teknologi pertanian untuk masyarakat, khususnya petani di Kabupaten Lingga.

“Jauh sebelum pak Mentan berkunjung ke Lingga, saya sudah sering komunikasi dengan sahabat saya, Ady Indra Pawennari tentang potensi pertanian Lingga dan semangat pak Alias Wello untuk menjadikan daerahnya sebagai lumbung padi. Kebetulan, Kabupaten Bone, khususnya Kecamatan Barebbo adalah salah satu lumbung padi yang cukup diandalkan di Sulawesi Selatan,” ungkap Andi Asman.

Usai mendengarkan paparan tentang teknologi pertanian masa kini dari penyuluh pertanian, Sucipto, ahli pupuk organik, Suryawansah dan ahli penataan ruang, M. Hatta S Yahya, Bupati Lingga, Alias Wello berjanji akan segera berkunjung ke Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone dan melakukan pertemuan dengan Bupati Bone, Dr.H. Fahsar M. Padjalani, M.Si untuk membicarakan beberapa peluang kerjasama di bidang pertanian, khususnya penempatan beberapa petani dan penyuluh pertanian andalan dari Kabupaten Bone di Lingga.

“Tolong pak Camat, titipkan salam saya untuk pak Bupati Bone, saya segera berkunjung ke sana untuk belajar tentang pertanian. Kebetulan memang, antara Melayu dan Bugis itu punya sejarah panjang dalam membangun kerjasama di daerah Kepulauan Riau, khususnya Kabupaten Lingga,” jelasnya.


(HK)