-->

Ads (728x90)

Share Artikel ini | Redaksi News Minggu, Agustus 10, 2025 A+ A- Print Email

BPK Wilayah IV Gelar Workshop Pelestarian Budaya di Natuna
Staf perencanaan BPK Wilayah IV, Andiyansyah (Budi/Realitamedia.com)

By Budi Darma
NATUNA, Realitamedia.com
- Derasnya hujan disertai angin kencang, mengguyur  kota Ranai, suara gong dan gendang dari Museum Sri Serindit terdengar memecah udara. 

Nada-nada itu memanggil kembali ingatan pada masa ketika tari-tarian tradisional bukan hanya pertunjukan, melainkan bagian dari napas kehidupan masyarakat pesisir.

Pada Minggu, 10 Agustus 2025, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV, UPT Kementerian Kebudayaan, membuka sebuah lokakarya tiga hari, untuk mempelajari dan mempraktikkan tiga kesenian khas Natuna, yakni Tari Mendu, Lang-Lang Buana, dan Tari Topeng. 

Kegiatan ini melibatkan 150 pelajar dari tingkat SLTA hingga perguruan tinggi, termasuk siswa SMAN 1 Bunguran Timur, SMAN 2 Bunguran Timur, SMA 1 Bunguran Timur Laut, MAN Ranai, SMK Pariwisata, hingga mahasiswa STAI Natuna.

Natuna, wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) berada di ujung utara Indonesia, menyimpan kekayaan budaya yang sebagian besar belum dikenal luas.

Tari Mendu, sebuah seni teater tradisional yang memadukan tarian, nyanyian, dan dialog, sudah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia.

Lang-Lang Buana – tari tradisi juga telah masuk WBTB, hanya ditemukan di Natuna, menjadi identitas kuat masyarakatnya.

Berbeda dengan tari topeng tarian ini banyak juga ditemukan di Jawa atau Bali, kesenian ini justru digunakan sebagai media penyembuhan bagi orang sakit. Gerakannya terbagi menjadi tiga pola:l, tari tangan, tari kain, dan tari piring, dibawakan oleh lima hingga enam penari diiringi musik dari limpung, gong, dan gendang. 

Uniknya, tari ini hanya ada di Desa Tanjung, Kecamatan Bunguran Timur Laut, dan belum banyak dikenal masyarakat Kepulauan Riau.

“Ketiga tarian ini adalah harta karun hampir punah dimakan zaman,” ujar Andiyansyah, staf perencanaan BPK Wilayah IV, dalam konferensi pers usai pembukaan. “Kewajiban kitalah untuk menjaga dan menghidupkannya kembali.”

Lokakarya ini bukan sekadar pelatihan teknis. Ia menjadi sebuah ajakan, terutama bagi generasi muda, untuk ikut merawat akar budaya mereka sendiri di tengah gempuran tarian modern begitu cepat menyebar melalui media sosial.

Andiyansyah menyebut kegiatan ini sebagai kenduri budaya, perayaan yang menghubungkan kembali masyarakat dengan warisan leluhur mereka. Hasil latihan para peserta rencananya akan ditampilkan di Kecamatan Pulau Tiga pada 13–15 Agustus mendatang. Tak menutup kemungkinan, Pulau Tiga kelak akan dijadikan desa budaya.

“Selain melatih, kami juga melakukan investasi kebudayaan. Karena melestarikan budaya bukan hanya soal menghafal gerak tari, tapi menumbuhkan kebanggaan dan rasa memiliki,” tegasnya.

Di era globalisasi, budaya tradisional sering terpinggirkan oleh tren hiburan modern. Namun, bagi daerah seperti Natuna, tarian-tarian ini bukan sekadar pertunjukan seni, ia adalah penanda identitas, penutur sejarah, dan jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan.

Melalui lokakarya ini, BPK Wilayah IV bukan hanya mengajarkan langkah tari, tetapi juga menyemai kesadaran bahwa di setiap gerak tangan dan denting gong, tersimpan kisah dan nilai  tak ternilai harganya.

Ketika Pulau Tiga kelak menyambut para penari muda dengan tarian Mendu, Lang-Lang Buana, dan Tari Topeng, bukan hanya seni dipertontonkan, melainkan jiwa sebuah daerah  kembali hidup di hadapan dunia.

Sementara Kadisdikbud Natuna Hendra Kusuma memberikan apresiasi kepada BPK IV karena memberikan kesempatan kepada para generasi muda untuk melakukan pelatihan pelestarian  budaya lokal

Perlu saya sampaikan dengan majunya teknologi ada dampak positif dan negatifnya. Karena lewat teknologi budaya asing masuk. Sehingga budaya kita mulai tertinggal.

Ia mengatakan jika Natuna butuh Dinas Kebudayaan. Namun karena efesiensi anggaran maka saya tak berani mengajukan.

" Mari kita lestarikan budaya kita lewat lokakarya hari ini," ucapnya.

Karena adek-adeklah yang menjadi generasi penerus maestro hari ini.

Hadir dalam kegiatan itu Rektor STAI, Umar Natuna, serta para Maestro dan undangan lainnya. (Bu)

Editor : Patar

Posting Komentar