By James
KARIMUN, Realitamedia.com – Pengadilan Negeri (PN) Karimun kembali menggelar sidang tiga terdakwa WNA India dengan nomor perkara : 211 /Pid. Sus /2024/PN Karimun, pada Kamis (10/4/2025).
Agenda sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Yona Lamerossa Ketaren didampingi oleh dua Hakim Anggota, adalah pembacaan replik atau tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus sabu 106 kilogram yang menjerat tiga terdakwa WNA India yakni inisial RM, SD dan GV.
JPU Kejari Karimun, Yogi Kaharsyah dalam repliknya menjelaskan bahwa saksi-saksi ahli yang dihadirkan oleh kuasa hukum terdakwa seharusnya memberikan keterangan pendapat yang profesional.
"Kami juga meragukan dalil-dalil yang diberikan oleh saksi ahli mereka, yang mana seolah-olah memberikan keterangan layaknya saksi fakta," ucapnya.
"Mereka juga mengatakan bahwa sidang ini sebagai peradilan sesat karena tidak menghadirkan saksi secara langsung, padahal dalam KUHAP dan putusan MA, persidangan melalui daring atau via zoom diperbolehkan," timpalnya lagi.
Yogi membeberkan mengenai barang bukti foto, JPU menilai foto yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa justru semakin memperkuat pembukitaan adanya upaya penyelundupan yang dilakukan oleh para terdakwa.
"Barang bukti foto yang di tangki BBM itu justru semakin memperkuat bukti kami, setelah dikroscek lebih mendalam mereka (terdakwa-red) memang benar melakukan pengerjaan di situ, yang sebelumnya sempat ditepis atau disangkal oleh kuasa hukum," katanya.
Oleh karena itu, JPU Kejari Karimun menyebutkan bahwa tuntutan hukuman mati yang mereka layangkan kepada para terdakwa tersebut adalah mutlak dan tidak ada perubahan sama sekali.
"Kami meminta majelis hakim untuk menolak nota pembelaan (pledoi) kuasa hukum terdakwa, dan jelas tuntutan kami tidak ada yang berubah dan mutlak," tutupnya.
Usai persidangan, Penasehat Hukum terdakwa, Dewi Julita Tinambunan, dan Yan Aprido dari Kantor Hukum Bambang Supriadi & Partners mengatakan pihaknya menggaris bawahi beberapa hal atas pernyataan JPU pada persidangan tadi. JPU mengatakan bahwa saksi ahli yang dihadirkan Penasehat Hukum terdakwa adalah asal bunyi (Asbun).
“ Padahal saksi ahli yang kami hadirkan sangat berpengalaman, beliau sebelumnya sebagai kepala BAIS Indonesia. Beliau mantan TNI Angkatan Laut berpangkat bintang dua,” kata Yan Apridho.
Menurutnya, JPU mempertanyakan seseorang yang bisa dibilang atas nama negara yang mengangkat beliau.
Dari pledoi yang disampaikan saat persidangan sebelumnya, Penasehat Hukum mengucapkan terima kasih kepada jaksa karena mereka diberikan bukti baru dalam replik tersebut, dengan kata lain jaksa juga mengakui bahwasannya mereka tidak cermat membuat tuntutan.
"Intinya kami akan merespon hal ini pada schedule yang telah ditentukan." ujarnya.
Kuasa Hukum ketiga terdakwa WNA India menyebutkan pihaknya akan melakukan step per step mulai dari yang mengatakan bahwasannya ahli yang dihadirkan mereka Asbun.
“ Terkait hal ini kami menjelaskan dengan pasal-pasal yang betul-betul ada pada Undang-Undang pelayaran, terus yang kedua juga terkait foto. Foto tersebutkan kita ambil di kapal sementara mereka mengambilnya dari handphone,” katanya.
Sedangkan kliennya adalah Asisten Manajer docking, satu docking itu akan muat beberapa kapal dengan memiliki tangki yang hampir sama.
Saat ini, ia juga mengakui bahwa belum membaca secara detail isi repliknya, jadi pihaknya akan melihat setiap poin respon dari JPU terhadap pledoi mereka yang kemarin, Setelah itu mereka akan merespon dan menjawab sesuai dengan fakta.
Rekannya Dewi Julita Tinambunan, menambahkan salah satu yang membuatnya merasa sedikit geli adalah pernyataan dari JPU yang menyamakan dengan kasus Munir.
“ Padahal kasus Munir itu sudah jelas ada yang melihat bahwa ia dikasih kopi,” katanya.
“ Mungkin saudara media tahulah ya kisah Munir dan yang kedua menyamakan dengan kisah kasus Jessica. Nah, jelas-jelas kisruh ada bukti bahwa Jesica itu ada memesan kopi dan ada CCTV yang menunjukkan bahwa memang dia itu ada memesan kopi. Nah seperti itu,” katanya.
Sementara terkait kasus kliennya, sama sekali tidak ada dalam bentuk CCTV.
“ Tidak ada yang melihat dengan mata kepala sendiri, semuanya berdasarkan katanya, katanya,” ucapnya.
“ Contoh kata kapten, kalau BNN mengatakan adalah ucapan dari pada kapten dan kapten bilang adalah kata dari Buya Hamka. Dan, JPU sendiri tidak bisa menyajikan dakwaan mereka itu secara fakta di persidangan seperti itu,” tambahnya.
Nah, sampai detik ini, dan persidangan hampir selesai Kapten, Buya Hamka sebagai Chief Engineering yang merupakan sumber dari katanya tadi itu tidak bisa mereka hadirkan dengan alasan tidak ada biaya dari negara untuk menghadirkan mereka.
“ Saya rasa itu bukan alasan yang tepat karena itu adalah haknya mereka untuk menghadirkan atau membuktikan bahwa memang benar klien kami ini adalah terdakwanya, tapi mereka tidak bisa menyajikan itu,” katanya.
Menurutnya, tugas dari JPU bukanlah memberikan hukuman, seharusnya mereka itu benar - benar bisa meyakinkan kita, meyakinkan di persidangan bahwa memang kliennya benar-benar bersalah.
"Kami sebagai penasehat hukum terdakwa kalau benar-benar bersalah tugas kami bukan membebaskan, tapi meminta keadilan yang seadil-adilnya di persidangan sesuai dengan hak haknya mereka,” tegasnya. (Jam)
Editor : Patar
Posting Komentar