-->

Ads (728x90)

Yohanes Pieter,  Tokoh Masyarakat Desa Pangke. (Fhoto. Dok/Realitamedia com /jam) 

Karimun, Realitamedia com
-- Pengakuan atas kepemilikan tanah kadang-kadang hanya didasarkan kepada seberapa lama seseorang menempati, memakai, dan mengolah tanah tersebut sehingga telah merasa seolah-olah dia lah pemegang hak milik atas tanah itu.           

Biasanya persoalan seperti kasus ini terjadi di daerah yang baru berkembang seperti Kabupaten Karimun, harga tanah masih murah dan arus urbanisasi meningkat, lokasi-lokasi tanah yang sebelumnya tidak ada yang menempati akhirnya ada yang membangun tempat tinggal, tempat usaha atau perkebunan apalagi kondisi seperti ini didukung sikap pemerintah daerahnya yang tidak tegas dalam penataan tata ruang serta izin mendirikan bangunan serta usaha dan menganggapnya masalah sepele.

Salah satu contoh seperti Persengketaan tanah di Kampung Tengah, Desa Pangke Barat RT 02 dan RT 03 RW 01, Desa Pangke Barat, Kecamatan Meral Barat, Kabupaten Karimun, Kepri, seluas 64 hektar, milik Keluarga Almarhum Siong dan anak-anaknya digarap dan dikuasai belasan bahkan puluhan pendatang dari luar desa pangke. Kamis (24/3/2022).

Linda Theresia SH, selaku kuasa hukum keluarga Siong

Permasalahan sengketa lahan yang terjadi di Kampung Tengah, Desa Pangke Barat ini juga mendapat perhatian dari Yohanes Pieter (56) Salah satu tokoh masyarakat desa Pangke, kepada awak media  ia menceritakan kalau tentang sejarah lahan  di Pangke itu dulunya ada 4 orang cina orang tua. 

Jadi, tanah siong ini sebetulnya satu hamparan tak ada tanah siapa lagi semuanya tanah siong. Sebagian tanah itu di jual, sebagian di depan mulai dari gereja itu sampai ke sungai itu tanah siong dijual sama orang Malaysia sebagian, sambungnya. 

"Jadi, sebagian tanah yang didalam itu adalah hak dia, siong itulah yang mengolah. Dan siong itupun ada beberapa anak, salah satu anaknya yang tertua itu bernama Akiang Sekarang pun udah meninggal anak itu, paparnya. 

Lalu , sekarang turunlah kepada anaknya yang bernama Selamat adik Akiang, anak yang paling bungsu dari Siong. Untuk mereka yang penggarap penggarap kalo bermasalah sekarang itu kembalikan, ya kembalikan itu tanah orang .

Lebih lanjut Pieter menjelaskan,  masyarakat asli Pangke itu berada di pesisir, sedangkan tanah siong itu hutan karet. Jadi yang ada sekarang ini adalah penggarap semua, terangnya. 

"itu semua para penggarap yang ada disana, tak ada orang Pangke asli , orang Pangke sebagian nelayan sebagian lagi kerja di situ ambil getah milik keluarga siong," terangnya.

Salah satu plang milik penggarap berdiri dilahan milik siong 

Sementara itu, Linda Theresia sebagai pengacara keluarga siong mengatakan, jika sebagian para penggarap tidak mau diajak jalan damai dengan cara penggarap membayar Rp 30 ribu permeternya dilahan siong dengan mencicilnya selama 2 tahun. Perkara ini akan di ajukan gugatan ke pengadilan.

"Kita beri waktu sampai bulan Mei 2022, Jika mereka (Penggarap) masih bersikeras, dalam waktu itu kita ajukan gugatan dan jika itu sudah terjadi kita  minta mereka melakukan pengosongan lahan. Dan apabila tidak segera melakukan pengosongan kita akan lakukan upaya hukum, permohonan exsekusi pengosongan lahan," tegas Linda Theresia. (jam). 

Posting Komentar